Normalisasi
hubungan Israel dan Bahrain memberikan dampak yang buruk. Banyak
orang yang mengecam Bahrain melakukan hubungan normalisasi ini. Tetapi, banyak
pula orang yang mendukung seperti Mesir dan Oman.
Bahrain merupakan
negara baru yang telah melakukan normalisasi. Keputusan ini bukanlah suatu hal
yang mengejutkan. Sebab sudah ada Uni Emirat Arab yang lebih dulu melakukan
normalisasi.
Pasalnya Presiden
Donald Trump sudah lebih dulu mengumumkan Emirat Arab sebagai negara yang
melakukan normalisasi. Sehingga menganggap Bahrain mengikuti jejak Arab.
Normalisasi
Hubungan Israel dan Bahrain
Pada Februari tahun
2017 tampak Raja Hamad bin Isa Al Khalifa yang melakukan pertemuan dengan
pejabat Israel. Ada laporan bahwa Bahrain telah memperlihatkan tindakan yang
menentang Arab. Bahkan memboikot barang-barang dari Israel.
Tetapi hal ini
menimbulkan kemarahan masyarakat Palestina karena mereka mengunjungi Israel.
Kunjungan tersebut setelah Donald Trump mengumumkan pengakuan Yerusalem sebagai
Ibu Kota Israel. Keputusan normalisasi Bahrain ini diselenggarakan pada 11
September 2020.
Hal ini adalah
pukulan telak dan pengkhianatan Bahrain terhadap Palestina. Tentu saja upaya
ini mengesampingkan upaya Palestina dan negara
Arab lainnya dalam mewujudkan negara yang merdeka.
Palestina Inginkan Negara Merdeka
Sejak dulu
Palestina menginginkan negaranya yang merdeka berdasarkan perbatasan de facto.
Hal ini diungkapkan sebelum perang 1967 meletup. Saat itu Israel sudah
menduduki Tepi Barat dan Jalur Gaza serta mencaplok Yerusalem Timur.
Negara Arab sudah
lama mengumumkan agar Negara Bintang Daud ini menarik diri dari
kependudukannya. Hal ini dinilai sebagai solusi yang memang adil bagi pengungsi
yang ada di Palestina. Serta mampu mengarah pada pembentukan Palestina negara
yang merdeka tanpa adanya normalisasi hubungan Israel dan Bahrain
Harapan tersebut
hanyalah sebuah angan belaka. Pasalnya kian kemari usahanya untuk menjadi
negara merdeka dipatahkan oleh beberapa negara yang sudah beralih mendukung
Israel. Dalam hal ini salah satunya adalah normalisasi tersebut yang
menyebabkan benteng Palestina semakin berkurang.
Padahal normalisasi
tersebut tidak serta merta mendapatkan dukungan dari pejabat Bahrain. Kepala
Islam Syiah Bahrain pernah menunjukkan sebuah penolakan atas normalisasi itu. Seharusnya
Bahrain melawan Israel bukannya malah mendukung.
Jared Kushner
Sebelum Bahrain
membuka mulut perihal normalisasi ini, Jared Kushner yang merupakan menantu
Trump meminta agar Palestina tidak terpaku pada masa lalu. Kusher meminta agar
Palestina bisa musyawarah dengan Israel.
Tetapi dalam hal
ini Palestina menolak dengan tegas terkait negosiasi dengan Israel. Tak hanya
normalisasi hubungan Israel dan Bahrain saja, tetapi Palestina
juga mengecam normalisasi dengan Uni Emirat Arab. Palestina menganggap mereka
adalah negara yang sudah berkhianat atas perjuangan Palestina.
Bahkan Kusher
mengatakan bahwa kredibilitas kepemimpinan Israel sudah mulai menurun. Bahkan
pada pertengahan Agustus 2020 Palestina berada di titik paling
rendah. Benar-benar normalisasi ini berdampak besar bagi negara Palestina.
Amerika Serikat
sudah tidak akan mengejar Palestina untuk membuat perjanjian damai. Hal ini
terutama jika Palestina terus menerus menolak tawaran Amerika Serikat.
Kepemimpinan Palestina sudah mulai berantakan dan tidak seimbang lagi.
Menurut Kusher,
masa-masa ini adalah titik puncak rasa frustasi Negara Timur Tengah. Sebab
mereka mulai menyadari adanya hal yang mengganggu perkembangan kemajuan
masyarakat Palestina. Inilah yang menjadi alasan Amerika Serikat tidak akan
mengejar ngejar Palestina lagi. Karena beranggapan bahwa mereka akan segera
runtuh dari pertahanannya.
Itulah kondisi Palestina setelah adanya normalisasi hubungan Israel dan
Bahrain. Kondisi ini benar-benar membuat Palestina kembali terpuruk setelah
sekian lama berusaha untuk bangkit.