Hari Kebebasan Pers Sedunia jatuh pada 3 Mei 2024. Ironisnya, kebebasan pers di Palestina masih dibelenggu oleh penjajah Israel.
Di tengah kekangan Israel yang menutup aktivitas jurnalisme di Gaza untuk menutup kebusukannya, jurnalis-jurnalis dengan berani membuka tirai fakta kepada dunia. Dalam perjuangannya, para jurnalis dan keluarganya menjadi sasaran dan ancaman Israel. Banyak di antara jurnalis Gaza gugur dalam serangan Israel.
Israel Menutup Siaran Al Jazeera

Selain menutup akses media luar masuk ke Gaza, pada 6 Mei 2024, Israel meyerbu paksa kantor media Al Jazeera di Yerusalem. Polisi menggeruduk stasiun TV Al Jazeera di Yerusalem timur, menyerang satelit dan provider kabel menyebabkan siaran Al Jazeera terhenti.
Hal ini menuai reaksi keras dari pihak Al Jazeera Media Network, menyebut bahwa keputusan Israel untuk menutup operasional media adalah sebuah tindakan kriminal. Al Jazeera mengutuk tindakan ini telah melanggar hak asasi manusia dan hak dasar untuk mengakses informasi.
Kelompok Pers juga mengecam keras tindakan Israel.Tim Dawson dari Federasi Jurnalis Internasional mengatakan bahwa menutup stasiun televisi internasional yang punya reputasi dan sejarah yang besar adalah tindakan yang mengerikan, ketika Israel sendiri berusaha keras menjadi negara demokrasi.
Jurnalis Gaza Membuka Tabir Kebenaran
Foto yang dibagikan oleh Jurnalis Ayman Amriti, Perkampungan Al-Rimal yang telah hancur di Gaza Utara
Dikutip dari middleeastmonitor, kapanpun Israel melancarkan serangan kepada Gaza, Israel menutup akses wartawan luar untuk memasuki jalur Gaza. Strategi inilah yang dimaksudkan untuk memastikan tindakan kriminal Israel tidak akan terliput oleh media. Media-media mainstream dari Barat memutarbalikkan fakta sehingga terlihat seolah Israel menjadi korban.
Dalam genosida yang sudah berlangsung 7 bulan ini, jurnalis di dalam Gaza seperti Bisan Owda, Motaz Azaiza, dan jajaran kawan-kawan jurnalis telah berjuang dengan penuh resiko. Berkat keberanian mereka, mata dunia menjadi terbuka tentang seperti apa mengerikannya tindakan Israel pada Palestina.
Bagaimana bayi-bayi tidak berdosa terbunuh atau terluka parah. Bagaimana rumah-rumah, kamp, kantor, dan fasilitas umum dihancurkan oleh bom. Bagaimana memilukannya warga Palestina menangis karena kehilangan orang-orang terkasih yang gugur menjadi korban kebengisan Israel. Dari mereka, warga dunia melihat bencana kelaparan akibat kepungan Israel di Gaza. Dari video dan informasi mereka, publik seluruh dunia bisa membagikan ulang informasi secara lebih meluas hingga seluruh dunia sadar akan kondisi yang terjadi di Gaza.
Jurnalis Beresiko Tinggi dalam Ganasnya Genosida

Jurnalis Muhammad Al-Thalathiini dan seluruh keluarganya meninggal dalam serangan misil Israel di Gaza Utara
Banyak jurnalis yang masuk ke dalam korban jiwa atas serangan Israel. Menurut laporan Anadolu Agensi pada 19 Mei 2024, terhitung 148 jurnalis meninggal bersama dengan 35.400 orang terbunuh oleh serangan Israel, dengan 79.300 orang terluka, sejak 7 Oktober 2023 Keluarga jurnalis pun terancam dan menjadi korban.
Rayan, seorang jurnalis untuk kantor berita resmi Otoritas Palestina WAFA, terbunuh bersama putranya, Anas, dalam serangan Israel di barat Kota Gaza, saat mereka sedang membantu tetangganya yang terluka, pada 25 Maret 2024, berdasarkan laporan dari cpj.org yang mengumpulkan daftar jurnalis yang menjadi korban jiwa.
Pada 15 Maret 2024, Mohamed El-Reefi, seorang fotografer lepas menghembuskan nafas terakhir setelah mengalami luka pada 14 Maret akibat serangan Israel ketika ia sedang berjuang mendapatkan bantuan bahan makanan di Gaza Tenggara. Biasanya El-Reefi menggunakan instagram untuk mendokumentasikan kehidupan di Gaza, sebelum dan sesudah genosida.
Menurut website cpj.org, jurnalis di Gaza menghadapi risiko yang sangat tinggi ketika mereka mencoba meliput selama masa serangan darat Israel, termasuk serangan udara Israel yang menghancurleburkan bangunan, komunikasi yang terganggu, kekurangan pasokan, dan pemadaman listrik yang meluas.
Profesi ini memiliki angka kematian sebesar 10%, sekitar enam kali lebih tinggi dibandingkan angka kematian masyarakat umum di Gaza, dan sekitar tiga kali lebih tinggi dibandingkan angka kematian profesi kesehatan, menurut data dari Federasi Jurnalis Internasional.
Penghargaan untuk Jurnalis Gaza
Foto: Zuliana Lainez / IFJ
Pada pada 2 Mei 2024, UNESCO menganugerahkan penghargaan Guillermo Cano Prize 2024 di Santiago, Chili, sebagai bagian dari Hari Pers Sedunia, dilansir dari Federasi Jurnalis Internasional.
Maurico Weibel sebagai Ketua Juri Internasional Profesional Media, yang memberikan rekomendasi untuk penghargaan tersebut berkata bahwa umat manusia berhutang besar terhadap keberanian dan komitmen mereka terhadap kebebasan berekspresi.
Keberanian wartawan Gaza sangat mengagumkan, terutama ketika mereka mengetahui bahwa mereka menjadi target pembunuhan Israel, bahkan dengan keluarga mereka.
Tak hanya itu, pada 9 Mei 2024, jurnalis Bisan Owda dan media AJ+ memenangkan Peabody Award sebuah penghargaan prestisius dan tertua untuk bidang broadcast dan media elektronik. Bisan melaporkan keseharian warga Gaza dalam bertahan hidup di tengah kengerian genosida, seperti pembatasan bantuan makanan, air, bahan bakar, dan pasokan bantuan wilayah oleh Israel.