Orang-orang menyebutnya “Murabitun Al-Aqsa”, artinya Para Penjaga Masjidil Aqsa. Sedangkan kaum perempuannya disebut dengan “Murabitat Al-Aqsa”.
Mereka adalah sekelompok pemuda dan pemudi yang siap setiap saat menjaga dan menanggapi panggilan Al-Aqsa kapan pun dibutuhkan. Mereka secara otomatis bergerak cepat menyebar di depan gerbang Al-Aqsa untuk melaksanakan tugasnya.
Mereka dipukuli, ditangkap, dan dideportasi dari Al-Aqsa, itu sudah biasa. Dan mereka menikmatinya sebagai bagian dari tanda perjuangan mulia.
Semua itu tidak pernah menghalangi mereka untuk ditempatkan di gerbang Al-Aqsa.
“Tidak ada kembali ke Al-Aqsa tanpa kemenangan,” ujar Khadijah Khuwais, dan ibu dari lima anak. Salah satu murabitat.
“Kami adalah wanita yang siap membela Al-Aqsa kapan saja, dan kami mendaftarkan diri sebagai penghadang utama dari serangan pemukim,” tegasnya.
Pendudukan Israel menekan mereka dengan segala cara dan metode, baik melalui penahanan atau deportasi.
Termasuk Khuwais, salah satu murabitun yang pernah ditangkap lebih dari sembilan kali, tiga kali di antaranya sempat masuk ke penjara pendudukan.
Ia terhitung telah dideportasi dari Al-Aqsa melebihi 600 hari dalam tiga tahun.
Ia mengatakan, pendudukan secara bertahap menyingkirkan para pemuda dari Masjid Al-Aqsa, melalui skema deportasi ke luar Kota Tua. Dimulai dari deportasi 15 hari, hingga enam bulan.
“Melalui kehadiran kami di tempat itu sejak dini hari, kami dapat membentuk perisai pelindung untuk mempertahankan Masjid Al-Aqsa dari para pemukim yang menyerbu melalui Gerbang Maghariba, yang kuncinya dirampas oleh pendudukan saat pendudukan Yerusalem pada tahun 1967,” ujarnya.
Khwais menekankan bahwa “mempertahankan Masjid Al-Aqsa adalah tugas yang tidak hanya dimonopoli oleh Murabitun. Namun adalah kewajiban bagi setiap orang yang dapat mencapainya untuk berdiri sebagai pelindung, bahkan jika darahnya tumpah.”
Dia berbicara tentang pengalamannya yang paling sulit dalam penahanan, ketika tahun lalu dia dipanggil untuk diinterogasi, dan penahanannya diperpanjang selama dua pekan berturut-turut. Saat itu pasukan pendudukan sampai menggerebek rumahnya, menghancurkan perabotannya dan menangkap suaminya serta mendeportasinya ke Tepi Barat. Salah satu putrinya juga dipanggil untuk diinterogasi.
Pasukan pendudukan dengan represif memukuli, menyeret, dan mendorong murabitun dengan tongkat, membubarkan dan mengejar hingga ke Kota Tua.
Pasukan juga tak segan-segan melemparkan granat setrum dan tabung gas air mata ke arah murabitun, bahkan menembakkan peluru karet.
“Tetapi itu tidak menghentikan kami hari ini untuk ditempatkan kembali di gerbang Masjid Al-Aqsa,” ia menambahkan.
Sumber: minanews.net