Damai Aqsha – Bantuan makanan sangat sulit masuk, bantuan medis yang sudah ada di dalam diusir. Bahkan, kebutuhan yang lebih dasar, yakni air bersih sangat sulit mereka dapatkan. Sementara itu, kepedulian masyarakat dunia tak bahkan tak bisa menembus batas-batas yang terpasang di setiap negara masing-masing. Sedangkan di sisi lain, bantuan untuk penjajah dari beberapa lembaga pemerintahan mengucur deras. Siapa yang dapat membantu saudara kita?
Sebagaimana kita dapat lihat, bantuan untuk Palestina yang dibutuhkan saat ini sebenarnya bukan sebatas kemanusiaan, namun diplomasi tingkat negara, bahkan militer. Sebagaimana kita ketahui, pendekatan diplomasi tingkat tertinggi yang ada, yakni di mahkamah internasional, tidak cukup kuat untuk menghentikan penjajahan Israel. Belum ada satupun negara pro Palestina yang berani mengambil sikap tegas, kecuali negara sekawasan yang memang memiliki kepentingan politik dan cukup kepercayaan diri, seperti Iran dan Yaman beberapa waktu lalu.
Sementara, untuk gerakan swadaya masyrakat tak cukup kuat kecuali melakukaan aksi-aksi tekanan psikologsi melalui demonstrasi atau gerakan di media sosial. Sayangnya, kebanyakan media sosial pun kebanyakan terasosiasi dengan Israel, meski tidak secara terang-terangan. Namun, kita dapat melihatnya dari pembatasan konten-konten pro Palestina. Selain itu, gerakan masyarakat yang bisa dilakukan ialah mengumpulkan ragam kepedulian yang mentok disalurkan sebagai bantuan kemanusiaan. Itupun, belum tentu bisa masuk ke Palestina, khususnya Gaza.
Norwegian Refugee Council melaporkan, para preman Israel yang menjaga portal menuju Gaza memblokir sekitar 83% persen bantuan yang ditujukan ke Gaza. Padahal, di sisi lain, serangan penjajah Israel terus meningkat, bahkan hingga kesepakatan gencatan senjata yang tengah berlangsung belakangan ini. Di sisi lain, bantuan makanan, obat, persiapan medis, bahan bahan bakar, dan tenda pengungsi diblokir selama lebih satu tahun.
Analisis data oleh organisasi yang bekerja di Gaza telah menemukan bahwa sebagai konsekuensi dari penghalang bantuan pemerintah Israel:
- 83% dari bantuan pangan yang dibutuhkan tidak sampai ke Gaza, naik dari 34% pada tahun 2023. Pengurangan ini berarti orang-orang di Gaza telah berubah dari rata-rata makan dua kali sehari menjadi hanya satu kali makan setiap hari. Diperkirakan 50.000 anak berusia antara 6-59 bulan sangat membutuhkan perawatan untuk kekurangan gizi pada akhir tahun.
- 65% dari insulin yang dibutuhkan dan setengah dari suplai darah yang dibutuhkan tidak tersedia di Gaza.
- Ketersediaan barang-barang kebersihan telah turun menjadi 15% dari jumlah yang tersedia pada September 2023. Satu juta wanita sekarang pergi tanpa persediaan kebersihan yang mereka butuhkan.
- Hanya sekitar 1.500 tempat tidur rumah sakit di Gaza yang masih beroperasi, dibandingkan dengan sekitar 3.500 tempat tidur pada tahun 2023 yang sudah jauh di bawah cukup untuk memenuhi kebutuhan populasi lebih dari 2 juta orang. Sebagai perbandingan, kota-kota dengan ukuran yang sama, seperti Chicago dan Paris rata-rata 5 hingga 8 kali lebih banyak tempat tidur daripada di Gaza.
- 1,87 juta orang membutuhkan tempat berlindung dengan setidaknya 60% rumah hancur atau rusak (Januari 2024). Namun tenda untuk sekitar 25.000 orang saja telah memasuki Gaza sejak Mei 2024.
Belum lagi, seketika dilantiknya Presiden Amerika, Donald Trump, tingkat pembatasan bantuan ke Gaza akan ditingkatkan. Tanpa malu, mereka mengatakan, upaya tersebut mereka lakukan dalam rangka merampas sumber daya Hamas. Mereka menuduh jika semua bantuan kemanusiaan yang masuk ke Gaza dirampok oleh Hamas. Padahal, sebagaimana diungkapkan oleh NPR, yang melakukan perampokan itu adalah geng penjarah di bawah pengawasan militer Israel sendiri. Berdasarkan data-data tersebut, kita dapat menyimpulkan, jika penjajahan Israel di Palestina bukan hanya penjajahan bersenjata militer, melainkan juga dengan kelaparan.
Sementara itu, Israel yang menjadi penjajah justru mendapatkan gelontoran “bantuan” dari lembaga-lembaga pemerintahan Adikuasa, yakni Amerika dan Uni Eropa. AlJazeera, Amerika Serikat telah menggelontorkan bantuan dana sebesar $ 17,9 Miliar sejak serangan Oktober 2023 lalu. Bantuan tersebut terdiri dari pembiayaan militer, penjualan senjata, dan transfer persediaan senjata Amerika Serikat yang merupakan bagian dari proyek Biaya Perang. Sebagian besar yang dikirim Amerika ialah amunisi, termasuk altileri seberat 2.000 pon (907 kg).
Jika kita mengira yang membantu Israel itu hanya Amerika Serikat, nyatanya, Uni Eropa juga melakukannya dan menempati pihak pendonor kedua terbesar setelah Amerika Serikat. Sebagaimana dikutip oleh AlJazeera, yang bersumber dari data COARM Layanan Aksi Eksternal Eropa, bantuan sudah mereka kirimkan antara tahun 2018 hingga 2022 mencapai 1,76 Miliar Euro atau sekitar Rp 29,35 Triliun. Di antara pemasok Eropa terbesar ialah Jerman, yang memasok 30 persen persenjataan pada penjajah Israel pada rentang 2019 sampai 2023.
Di antara negara yang membela Israel terangan-terangan tersebut, kita dapat melihat negara-negara besar. Sementara, sebagian negara pendukung Palestina, tak bisa lebih dari sekadar membantu dukungan kemanusiaan atau berupa kecaman, itupun kebanyakan melalui jalur swasta atau swadaya masyarakat. Keamanan politik internal negara, nampaknya menjadi pertimbangan, mengingat bantuan senjata pada pejuang Palestina berpeluang menimbulkan pandangan sinis dari negara-negara besar.
Pun, negara pro Palestina yang paling getol kita lihat ialah Qatar. Dalam hal ini, Qatar pun tak bisa berbuat lebih kecuali menjadi negara yang menjembatani agenda-agenda diplomasi antara pemerintah Palestina dengan penjajah Israel. Selanjutnya, Qatar juga merupakan pihak yang berada di balik AlJazeera yang hingga hari ini paling getol menyampaikan realita “alternatif” dari media-media mainstream lainnya mengenai Palestina.
Pertanyannya, siapa yang akan melindungi masyarakat Palestina?
Terdesak Mendekat pada Allah
Jika kita melihat masyarakat Palestina yang terjajah, bisa jadi yang terjadi adalah sebaliknya. Mereka sejatinya merdeka karena terbebas dari “belenggu” dunia yang melenakan, sementara kita mengalami sebaliknya. Tak ada yang dapat mereka lakukan, tak ada lagi tempat mereka bergantung, kecuali pada Allah Swt. Hal ini mengingatkan kami pada peristiwa di mana Rasulullah Saw. dan para sahabat ditakut-takuti saat akan menyerang balik pasukan Quraisy pada perang Uhud, sementara luka mereka belum kering setelah seharian peperangan sehari sebelumnya, justru mereka semakin bergantung pada Allah Swt. Dalam Qur’an, surat Al-Ahzab ayat 173, Allah Swt. berfirman,
ٱلَّذِينَ قَالَ لَهُمُ ٱلنَّاسُ إِنَّ ٱلنَّاسَ قَدْ جَمَعُوا۟ لَكُمْ فَٱخْشَوْهُمْ فَزَادَهُمْ إِيمَٰنًا وَقَالُوا۟ حَسْبُنَا ٱللَّهُ وَنِعْمَ ٱلْوَكِيلُ
(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada mereka ada orang-orang yang mengatakan: “Sesungguhnya manusia telah mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah kepada mereka”, maka perkataan itu menambah keimanan mereka dan mereka menjawab: “Cukuplah Allah menjadi Penolong kami dan Allah adalah sebaik-baik Pelindung“
Ilustrasi warga Gaza, Palestina melaksanakan salat di tengah pengeboman militer Israel. ikhbar/Dok AFP
Kalimat ketergantungan mereka hanya pada Allah Swt. dapat kita temui dalam ragam adegan orang-orang Palestina hari ini. Kondisi yang mereka alami, dengan kehilangan, dengan kondisi serba kekurangan, bahkan tanpa anggota tubuh yang lengkap, wajahnya tak menyiratkan keputusasaan, kecuali sebatas ekspresi manusia. Seolah, mereka justru semakin mesra dengan Allah Swt. seabgaimana yang terjadi pada Rasulullah Saw. dan Abu Bakr As-Siddiq kala mereka terdesak di Gua Tsur. Kisahnya, dapat kita temukan dalam Qur’an, surat At-taubah ayat 40.
لَّا تَنْصُرُوْهُ فَقَدْ نَصَرَهُ اللّٰهُ اِذْ اَخْرَجَهُ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا ثَانِيَ اثْنَيْنِ اِذْ هُمَا فِى الْغَارِ اِذْ يَقُوْلُ لِصَاحِبِهٖ لَا تَحْزَنْ اِنَّ اللّٰهَ مَعَنَاۚ فَاَنْزَلَ اللّٰهُ سَكِيْنَتَهٗ عَلَيْهِ وَاَيَّدَهٗ بِجُنُوْدٍ لَّمْ تَرَوْهَا وَجَعَلَ كَلِمَةَ الَّذِيْنَ كَفَرُوا السُّفْلٰىۗ وَكَلِمَةُ اللّٰهِ هِيَ الْعُلْيَاۗ وَاللّٰهُ عَزِيْزٌ حَكِيْمٌ ٤٠
Jika kamu tidak menolongnya (Nabi Muhammad), sungguh Allah telah menolongnya, (yaitu) ketika orang-orang kafir mengusirnya (dari Makkah), sedangkan dia salah satu dari dua orang, ketika keduanya berada dalam gua, ketika dia berkata kepada sahabatnya, “Janganlah engkau bersedih, sesungguhnya Allah bersama kita.” Maka, Allah menurunkan ketenangan kepadanya (Nabi Muhammad), memperkuatnya dengan bala tentara (malaikat) yang tidak kamu lihat, dan Dia menjadikan seruan orang-orang kafir itu seruan yang paling rendah. (Sebaliknya,) firman Allah itulah yang paling tinggi. Allah Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.
Ketika kita semakin terdesak untuk melekat pada dunia, orang-orang Palestina justru dipaksa semakin mendekat pada Allah Swt. Hiburan “penuh glukosa” semakin membanjir di tengah kehidupan kita. Kita semua terkepung oleh berbagai ragamnya, apalagi dengan akses yang kian mudah dan peningkatan intensitas sensasi yang dapat kita rasakan; dengan Augmented Reality, hiburan dunia maya berpotensi kian melenakan. Spirit materialisme merasuk dalam jiwa membuat kita kian pandai menakar untung-rugi setiap langkah yang perlu diambil. Sampai di sini, kita patut “iri” pada saudara kita di Palestina; pintu surga terbuka di setiap saat, sementara kita?