Perdamaian
Israel-Palestina tahun 2020 ini kembali digaung-gaungkan bakal segera dimediasi
dunia internasional. Konflik menahun dari kedua negara teluk Arab ini memang
sudah terlalu mengkhawatirkan.
Kerugian besar
tentu menjadi akar dari perdamaian ini mengapa harus terjadi. Apalagi bagi
Palestina, pihak yang selalu terdampak kerugian besar mengingat Israel selalu
dipersenjatai oleh negara-negara adikuasa termasuk dengan Amerika Serikat.
Saat ini saja
Palestina sudah kehilangan jutaan nyawa warganya, termasuk dengan kehilangan
sebagian besar wilayah teritorialnya yang makin gencar dicaplok oleh Israel.
Yang terbaru kini mereka terancam kehilangan wilayah Tipe Barat, yang sudah
mulai diduduki oleh warga Israel.
Perdamaian Israel-Palestina Usulan Amerika Serikat
Pada awal tahun
2020 ini, Presiden Amerika Serikat, Donald Trump membuka mediasi perdamaian
antara dua negara ini lebih dalam lagi. Tidak tanggung-tanggung, dalam
pengumuman idenya ini, Trump bahkan mendeklarasikanya sebagai “Fajar Baru
di Timur Tengah”.
Dalam
pendeklarasiannya, Trump tentu saja didampingi oleh Perdana Menteri Israel,
Benjamin Netanyahu. Sebagai negara yang paling bersahabat dengan Israel, Trump
yakin jalan terakhir yang bisa Palestina pilih kali ini akan membawa mereka
pada kehidupan yang lebih baik.
Isi Deklarasi Perdamaian oleh Amerika
Ada enam poin yang
tertulis dalam cetak biru perdamaian dari Amerika Serikat tersebut. Yang
pertama, Amerika Serikat akan mengakui daerah wilayah Israel sesuai dengan yang
Presiden Trump akui.
Pernyataan
tersebut seolah menyatakan bahwa kompromi teritorial oleh Israel telah siap
untuk dilakukan. Poin kedua, penjelasan mengenai peta teritorial wilayah Israel
tersebut berarti menunjukkan bahwa mereka mempunyai luas wilayah dua kali lebih
besar dari wilayah Palestina.
AS juga akan
menjanjikan Palestina dapat mendirikan ibukota di Yerusalem Timur, namun dengan
syarat AS akan mendirikan kedutaan besar di sana dan Faksi Pembebasan Palestina
(PLO) akan memegang 15 persen kekuasaan atas daerah situs suci yang ada.
Poin selanjutnya
dalam perdamaian Israel-Palestina bentukan AS ini, yakni Yerusalem kota yang
Israel dan Palestina perebutkan akan menjadi ibu kota Israel tanpa terkecuali
dan tidak terbagi. Jika Palestina menghendaki rencana tersebut, maka poin
keempatnya, Palestina dapat berdiri sebagai negara indepeden sesuai dengan
kehendak mereka.
Selanjutnya AS
juga menjamin tidak ada pencabutan pemukiman yang bakal kedua belah pihak
lakukan, yang artinya pemukiman liar Israel pada daerah Palestina juga tidak
akan dicabut. Poin selanjutnya, Israel bakal memegang penuh situs suci Kuil
Gunung (Yahudi) atau al-Haram al-Sharif (Islam) dengan bantuan Yordania.
Tanggapan Palestina Tentang Perjanjian Tersebut
Melihat isi
perjanjian perdamaian Israel-Palestina dari AS tersebut, tentu kecaman keras
adalah hal yang pihak Palestina lakukan. Pada setiap butir poin yang ada dalam
perjanjian tersebut, Presiden Mahmoud Abbas memberikan sorotan paling kuat
kaitannya dengan Yerusalem.
Mereka dengan
tegas tidak akan menyerahkan Yerusalem kepada pihak manapun karena sejatinya
wilayah tersebut adalah hak mereka. Dalam pidatonya yang tersiar melalui
saluran televisi, Abbas bahkan memberi kecaman tegas bahwa Yerusalem bukanlah
bahan tawar-menawar.
Senada dengan
pihak pemerintahan, pihak milisi Hamas juga dengan tegas tidak akan menerima
perjanjian tersebut. Mereka mengklaim bahwa perjanjian tersebut tak ubahnya
sebagai upaya likuidasi proyek nasional bangsa.
Pihak Palestina pada dasarnya masih berpegang teguh
pada dasar keputusan perbatasan negara sebelum perang tahun 1967. Artinya
wilayah Palestina masih menyangkut Yerusalem Timur dan juga Tepi Barat.
Palestina juga menegaskan bahwa hanya akan menerima perjanjian perdamaian
Israel-Palestina yang berlandaskan ketentuan PBB, hukum internasional, hingga
kesepakatan bilateral saja.