Damai Aqsha – Hari ini, lebih dari dua juta warga Gaza menghadapi kelaparan ekstrem. Anak-anak menangis karena lapar, para ibu menangis karena tak sanggup memberi makan, dan para ayah menggenggam debu puing rumah mereka sambil terus melindungi keluarga. Israel memperketat blokade dengan brutal sejak awal 2025. Yedioth Ahronoth mengutip, Menteri Keuangan Israel, Bezalel Smotrich, bahkan berkata dengan pongah, “Bahkan sebutir gandum pun tidak akan masuk ke Gaza”.
Namun, di tengah kekejaman itu, warga Gaza tetap bertahan. Mereka terus hidup, terus berjuang, dan terus memancarkan harapan. Dunia menyaksikan bagaimana mereka berdiri tegar meski dihantam rudal, dikepung tank, dan dijauhkan dari makanan dan obat-obatan. Kita, yang hidup damai di Indonesia, tak boleh berpangku tangan. Saat mereka berjuang mempertahankan hidup, kita wajib mempertahankan nurani kemanusiaan.
Kelaparan bukan sekadar perut kosong. Kali ini, kelaparan adalah senjata pembunuh massal. Tahukah Anda, menurut World Health Organization (WHO), kelaparan ekstrem bisa menyebabkan kerusakan organ, gangguan imun, hingga kematian perlahan. Di Gaza, ribuan anak terancam mati bukan karena bom, tapi karena tak ada setetes susu atau sepotong roti. Mereka tak mati karena perang, tapi karena dunia membiarkan mereka kelaparan.
Menaggapi hal itu, wajar jika Ustaz Abdul Somad samapai mengatakan, “Kalau kita diam saat saudara kita di Palestina dizalimi, maka jangan heran kalau kita pun nanti dizalimi, dan tak ada yang peduli.” Diam adalah bentuk pengkhianatan pada nilai-nilai Islam. Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa tidak memperhatikan urusan kaum Muslimin, maka ia bukan golongan mereka.” (HR. Thabrani)
Karena itu, kita tak bisa menutup mata. Tak ada alasan untuk menunggu. Tak ada waktu untuk ragu. Gaza bukan hanya isu Palestina, Gaza adalah ujian empati kita. Ujian apakah kita masih punya hati. Apakah kita masih bisa merasa ketika anak-anak Palestina terkulai lapar dan dunia menutup mata?
Meski Diblokade, Bantuan Tetap Menembus Gaza
Beberapa orang bertanya: “Buat apa berdonasi, kalau bantuan pun tidak bisa masuk ke Gaza?” Pertanyaan ini wajar di tengah blokade yang begitu ketatnya, tapi kita harus menjawabnya dengan jujur: bantuan tetap masuk. Allah Swt. selalu membuka jalan bagi siapa pun yang ikhlas membantu. Menurut Middle East Monitor, meski Israel memperketat blokade, bantuan kemanusiaan tetap berhasil menjangkau Gaza melalui berbagai jalur, meski jumlahnya sangat terbatas.
Alhamdulillah, dengan izin Allah Swt. relawan Damai Aqsha yang merupakan penduduk lokal dapat memainkan perannya dengan baik. Mereka bergerak tanpa gembar-gembor, masuk ke gang-gang sempit dan reruntuhan bangunan, membagikan makanan dan obat-obatan. Mereka bekerja dalam diam, tapi dampaknya nyata. Selain kami, lembaga-lembaga kemanusiaan dari Indonesia, seperti Aqsa Working Group, Rumah Zakat, dan MER-C, terus mengalirkan dana ke mitra lokal di Gaza. Dana itu mereka belanjakan langsung untuk kebutuhan prioritas warga.
Gaza kini hidup dalam gelap. Listrik hampir tak ada, internet putus-putus, dan koneksi luar terhambat. Tapi relawan tidak menyerah. Mereka mengatur logistik dalam skala kecil tapi efektif. Mereka membeli roti, tepung, obat, dan pakaian dari sisa-sisa toko yang masih buka. Mereka menyalurkan bantuan ke tangan yang tepat, bukan ke sistem besar yang rawan diblokir.
Middle East Monitor melaporkan beberapa negara Arab dan Barat menyalurkan bantuan lewat udara. Meski tak selalu sukses, beberapa paket berhasil menjangkau warga Gaza. Ini bukti: bantuan tetap masuk. Allah Swt. berfirman:
“Dan barang siapa bertakwa kepada Allah, niscaya Dia akan memberikan jalan keluar baginya, dan memberinya rezeki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (QS. At-Thalaq: 2-3)
Siapa sangka, di tengah pagar kawat berduri dan sistem pertahanan berlapis, sepotong roti bisa sampai ke tangan seorang anak di Gaza. Siapa sangka, di tengah reruntuhan rumah, seorang ibu bisa menerima sebotol air berkat uluran tanganmu dari Indonesia.
Bantuan juga dilengkapi laporan. Setiap bantuan yang masuk dilaporkan dengan video, foto, dan dokumentasi jumlah penerima. Lembaga-lembaga ini menjaga amanah. Mereka memastikan setiap rupiah sampai ke tangan yang tepat, bukan hanya demi akuntabilitas, tapi karena ini soal nyawa manusia.
Kita tidak bisa menghentikan rudal, tapi kita bisa mengirim selimut untuk anak-anak yang menggigil. Kita tidak bisa menghentikan tank, tapi kita bisa mengirim susu untuk bayi yang menangis karena lapar. Tentu kita pun tidak bisa menghentikan Israel, namun, setidaknya kita bisa menunjukkan bahwa dunia belum mati rasa.
Jika kamu masih ragu, ingatlah sabda Nabi SAW:
“Perumpamaan orang-orang mukmin dalam saling mencintai, menyayangi, dan menyantuni ibarat satu tubuh. Bila satu anggota tubuh sakit, maka seluruh tubuh ikut merasakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Gaza adalah bagian dari tubuh umat ini. Kalau mereka lapar, seyogyanya kita pun harus merasa sakit. Kalau mereka kehilangan rumah, kita yang tinggal di rumah aman pun harus ikut peduli.
Karena itu, jangan remehkan bantuanmu. Sepotong roti bisa menyelamatkan nyawa. Sekantong tepung bisa memberi harapan. Sekalimat do’a bisa membuka langit. Kita tak hanya kirim uang—kita kirim harapan, kirim solidaritas, dan kirim pesan, Palestina tak sendiri.
Mereka yang bertahan di Gaza bukan sedang menunggu bantuan. Mereka sedang mengajari kita arti sabar, arti tegar, dan arti iman yang kokoh. Kita yang perlu mereka, agar nurani kita tetap hidup, agar kemanusiaan kita tetap bernyawa.
Bantuanmu adalah bukti bahwa kebaikan belum mati. Selama kita terus bergerak, terus peduli, maka harapan untuk Gaza belum padam. Jangan berhenti. Jangan ragu. Jangan tunda.
Sampaikan bantuanmu, kuatkan tekadmu, dan panjatkan doamu. Gaza butuh kita, namun kita lebih membutuhkan Gaza agar kita tetap menjadi manusia.