Damai Aqsha — Bertepatan dengan berakhirnya gencatan senjata tahap pertama, tentara penjajahan Israel langsung membombardir kawasan rumah susun di Rafah, Jalur Gaza Selatan. Ibarat anak kecil yang sudah seharian menahan diri tidak makan dan minum, mereka tidak kuat lagi untuk membunuh setelah sebulan setengah “puasa”. Padahal, sudah jelas yang mereka tembaki kawasan yang padat dengan penduduk sipil dan dalam kondisi, namun mereka masih “malu-malu kucing” mengakui kalau mereka pada dasarnya memang “haus darah”.
Sebagaimana laporan yang dikutip oleh tribunnews, pasukan penjajahan Israel dilaporkan melancarkan serangan udara ke sejumlah wilayah di Jalur Gaza, menyusul berakhirnya gencatan senjata pada 28 Februari 2025 lalu. Pada Ahad (2/3/2025), pesawat tempur penjajahan Israel melakukan serangan udara terhadap sebuah rumah susun di Rafah, yang terletak di lingkungan Al-Sultan, di Rafah, Jalur Gaza Selatan.
Akibatnya, beberapa orang terbunuh, sebagian lainnya terluka. Sebagaimana dikutip oleh tribunnews dari RNTV. “Karena menyasar area sipil, kekhawatiran atas dampak yang semakin besar terhadap infrastruktur Gaza yang sudah hancur semakin meningkat. Tim tanggap darurat berada di lokasi, bekerja untuk membantu yang terluka dan mencari korban selamat di bawah reruntuhan,” kata laporan tersebut. Jumlah korban masih belum jelas karena situasi terus berkembang.
Tak hanya itu, sebagaimana laporan Al Jazeera, pasukan penjajahan Israel juga menembaki perumahan warga sipil di Beit Hanoun, Gaza Utara. “Sumber-sumber lokal mengkonfirmasi kalau pasukan Israel melepaskan tembakan di sekitar rumah-rumah Palestina di lingkungan Shejaiya, yang terletak di sebelah timur Kota Gaza,” tambah laporan RNTV.
Menurut laporan Anadolu Ajansi, korban terbunuh pada penembakan tersebut mencapai empat orang. Artinya, total korban terbunuh sejak gencatan senjata 19 Januari lalu kini mencapai 116 orang, menurut Kementrian Kesehatan. Sumber juga mengatakan jika enam orang lainnya dibunuh oleh pasukan penjajahan Israel di berbagai daerah dan mengakibatkan koban luka-luka mencapai 490 orang.
Sebuah sumber medis nengatakan pada hari Ahad pagi, seorang perempuan terbunuh dan dua orang terluka dalam serangan drone di lingkungan Al-Farahin, di Timur Khan Younis, di Jalur Gaza Selatan. Warga Palestina lainnya dibunuh dan dua lainnya terluka oleh peluru penembak jitu penjajahan Israel di Rafah, juga di Gaza Selatan, sementara dua orang lagi kehilangan nyawa mereka dalam serangan pesawat tanpa awak di Kota bagian Utara Beit Hanoun.
@aljazeeraenglish Israeli forces have struck Beit Hanoun in northern Gaza, as the first phase of the ceasefire deal ends without an agreement. Israel blames Hamas for not accepting a US-backed proposal for extending the truce that lacked an Israeli commitment to end the war. #news #breakingnews
Sebagaimana yang dikutip oleh france24, Perdana Menteri Penjajahan (Israel) Benjamin Netanyahu mengatakan pada hari Ahad, mereka mendukung apa yang digambarkan sebagai proposal utusan Timur Tengah Amerika Serikat, Steve Witkoff, yakni memperpanjang fase pertama gencatan senjata hingga ramadhan dan Paskah yang berakhir pada 20 April.
Tentara penjajahan (Israel), malu-malu kucing, mengaku serangan tersebut menargetkan tersangka yang diduga beroperasi di dekat pasukannya.
Dalam hal ini, pihak penjajahan Israel menyalahkan Hamas karena tidak menerima proposal yang didukung Amerika Serikat yang menginginkan perpanjangan gencatan senjata Fase Pertama. Hamas tidak menyetujuinya karena menilai proposal tersebut menunjukkan komitmen yang lemah dari pihak penjajah Israel untuk mengakhiri peperangan.
Alasan Yang Sebenarnya
Pada dasarnya, Perdana Menteri Penjajahan (Israel) Netanyahu ingin membebaskan tawanan sebanyak mungkin tanpa membayar “harga” yang disepakati, yakni memenuhi kesepakatan dalam aspek militer (menjauhkan pasukan militer mereka dari Gaza) dan membiarkan bantuan kemanusiaan masuk Gaza.
Sebagaimana dikutip oleh Al-Jazeera, Pada hari Kamis, Menteri Luar Negeri Israel Gideon Saar berkata pada wartawan, “Kami mengatakan kami siap untuk memperpanjang kerangka kerja [fase satu] sebagai imbalan atas pembebasan lebih banyak sandera. Jika memungkinkan, kami akan melakukannya.”
Selaras dengan keinginan Israel, sejak awal gencatan senjata, dengan angkuhnya, Amerika Serikat malah berniat “memiliki” Gaza dan meminta rakyat Gaza keluar dari Gaza, dan mengungsi ke negara-negara pendukung Palestina atau negara tetangga. Artinya, Amerika menginginkan rakyat Gaza keluar dari tanah airnya dan memang itulah yang diinginkan oleh penjajah (Israel).
Inilah alasan sebenarnya, di balik kegiatan terorisme yang mereka lakukan. Ini juga yang menjadi latar blokade bantuan masuk ke Gaza, padahal masyarakat Gaza sedang melaksanakan shaum Ramadhan. Mereka bermaksud menekan pejuang kemerdekaan agar memperpanjang fase pertama gencatan senjata. Itu artinya, pihak penjajah tidak ada niatan baik sama sekali untuk menuntaskan kesepakatan gencatan senjata sampai tuntas, melainkan tetap ingin mengosongkan Gaza dari pemilik sah-nya, tentunya dengan mengusir mereka dengan teror atau menghapus etnis Palestina di Gaza sama sekali.
Menanggapi tekanan tersebut, tentu saja Hamas menolak dan bersikeras pada kesepakatan sebelumnya, yakni masuk gencatan senjata tahap kedua. Menurut Al-Jazeera, Isi fase kedua gencatan senjata kedua berisi penghentian pertempuran di Gaza secara komprehensif, termasuk mengembalikan semua tawanan (Israel) yang tersisa dan (sebagai bayarannya) penjajah (Israel) menarik semua pasukannya dari wilayah tersebut. Menurut pihak penjajah (Israel) ada 59 tawanan tersisa di Gaza, 24 di antaranya diyakini masih hidup.
Sebagai pengingat, berikut adalah isi tiga fase gencatan senjata hasil kesepakatan pejuang kemerdekaan (Hamas) dan Penjajah (Israel), sebagaimana dikutip oleh detik.com dari AFP News:
Fase Pertama Gencatan Senjata Israel-Hamas:
Berikut adalah poin perjanjian gencatan senjata Israel-Hamas fase pertama yang akan berlangsung selama 42 hari:
- Hamas membebaskan 33 sandera termasuk warga sipil dan tentara perempuan, anak-anak dan warga sipil berusia di atas 50 tahun.
- Israel membebaskan 30 tahanan Palestina untuk setiap sandera sipil dan 50 untuk setiap tentara perempuan.
- Penghentian pertempuran, pasukan Israel bergerak keluar dari daerah berpendudukan ke pinggiran Jalur Gaza.
- Warga Palestina yang mengungsi mulai kembali ke rumah, lebih banyak bantuan memasuki Jalur Gaza.
- Tahap pertama, pasukan Israel akan mundur ke pinggiran Gaza dan banyak warga Palestina akan dapat kembali ke sisa-sisa rumah mereka saat bantuan masuk.
Fase Kedua
Berikut adalah poin perjanjian gencatan senjata Israel-Hamas fase kedua yang akan berlangsung selama 42 hari:
- Deklarasi “Ketenangan berkelanjutan”. Pengumuman kembalinya ketenangan yang berkelanjutan atau penghentian operasi militer dan permusuhan.
- Hamas membebaskan sandera laki-laki yang tersisa (tentara dan warga sipil) dengan imbalan sejumlah tahanan Palestina yang belum dinegosiasikan dan penarikan penuh pasukan Israel dari Jalur Gaza.
Fase Ketiga
- Jenazah sandera Israel yang telah meninggal ditukar dengan jenazah pejuang Palestina yang telah meninggal.
- Pelaksana rencana rekonstruksi di Gaza yang akan dilakukan di bawah pengawasan internasional
- Penyeberangan perbatasan untuk pergerakan masuk dan keluar Gaza dibuka kembali
Nyatanya, selama fase pertama tersebut, penjajah (Israel) tak mampu menahan haus darahnya dengan menembaki masyarakat Gaza dari pinggir pantai dan juga membunuhi anak-anak hanya berjarak dua hari dari berlakukan gencatan senjata tahap pertama. Namun, memang begitulah karakter mereka, suka berkhianat dan haus darah.